Abu Said Al Khudry r.a berkata: “Rasulullah duduk di atas mimbar dan kami duduk disekitarnya, kemudian Nabi bersabda: ‘Sesungguhnya diantara yang aku khawatirkan atas kalian sepeninggalku nanti, ialah terbuka lebarnya kemewahan dan keindahan dunia ini padamu”. (HR Bukhari dan Muslim).
Islam sebagai agama yang kompatibel bagi manusia tidak melarang umatnya untuk hidup kaya. Bahkan Islam memperbolehkan seseorang mencari harta sebanyak-banyaknya, namun tidak menjadikan kemewahan tersebut sebagai poros kehidupan, serta haram menjadikan aktivitas tersebut sebagai tujuan hidupnya. Ungkapan Rasulullah saw. di atas merupakan kekhawatiran beliau agar jika kita diberi kemudahan --dalam masalah rezeki-- jangan membuat kita lupa dan terperosok dalam gaya hidup mewah, hedonis, jauh dari kesederhanaan. Dunia memang indah, namun akhirat jauh lebih manis dan kekal abadi.
Hedonis atau gaya hidup mewah merupakan penyakit sosial yang secara sunatullah pasti akan menggiring manusia ke lebah jurang kehancuran. Gaya hidup demikian seringkali membuat orang malas, berfikir pendek, tanpa memiliki idealisme yang luhur dan cita-cita yang mulia, ingin enaknya saja, sehingga jelas-jelas akan bermuara pada kualitas sumber daya manusia yang bobrok.
Dalam sebuah hadist Qudsi yang cukup panjang, menggelitik hati kita. Alangkah baiknya jika kita simak:
Aku (Allah) heran terhadap orang yang yakin akan datangnya kematian tetapi ia masih membanggakan diri ?
Aku heran terhadap orang yang yakin dengan hari perhitungan (hisab), kenapa ia masih sibuk menimbun harta benda?
Aku heran terhadap orang yang yakin akan masuk pintu kubur, kenapa mereka masih tertawa terbahak bahak?
Aku heran terhadap orang yang yakin terhadap hari akhirat, kenapa mereka masih bersenang senang dan lalai tidak beramal?
Aku heran terhadap orang yang yakin akan lenyapnya dunia ini, kenapa dia masih menambatkan hati kepadanya?
Aku heran terhadap orang alim yang pintar bicara tetapi bodoh dalam paham pengertian.
Aku heran terhadap orang yang sibuk menyelidiki aib orang lain, tetapi lupa cacat/cela dirinya sendiri.
Aku heran terhadap orang yang tahu bahwa Allah memperhatikan tingkah lakunya, mengapa ia masih durhaka kepada Allah?
Aku heran terhadap orang yang mengerti bahwa ia akan mati sendirian dan masuk kubur sendirian, kenapa ia masih asyik bersenda gurau dengan orang banyak?
Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, Muhammad itu benar benar hamba Ku dan rasulKu
Diakui atau tidak, banyak orang yang tidak sempat mengadakan perenungan. Dengan kesibukan yang padat, rasanya sulit mencari waktu yang tepat untuk berpikir mendalam. Hari hari hanya diisi dengan kerja dan kerja. Seakan semua waktu dalam hidup ini habis sekadar untuk mencari nafkah. Kesibukan seperti ini sudah menjadi ciri atau malah menjadi bagian dari kehidupan modern.
Malam hari yang semestinya waktu paling cocok untuk melakukan perenungan ternyata juga tersita untuk sekedar urusan dunia. Malam, utamanya dikota kota besar tidak lagi ada bedanya dengan siang, Tetap ramai, tetap sibuk. Lampu lampu kota kini telah menjadi ‘pengganti’ matahari. Malam pun tetap terang benderang, Itulah sebabnya kemudian bermunculan manusia ‘kelelawar’ yang jadwal hidupnya justru terbalik, Di siang hari mereka tidur, malam hari mulai menampakkan tanda tanda kehidupannya bekerja. Tentu saja hal ini menyalahi sunnah, menyelisih fitrah.