Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah -صلی الله علیﻪ و سلم- bersabda (artinya),
- “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu syaitan.” (HR. Muslim) [Muslim: 47-Kitab Al Qodar, An Nawawi –rahimahullah membawakan hadits ini dalam Bab "Iman dan Tunduk pada Takdir"]
Mukimin yang kuat di sini bukanlah yang dimaksudkan adalah mukmin yang kekar badannya, perkasa dan sehat. Semacam ini yang sering difaham sebagian orang tatkala mendengar hadits ini.
Yang dimaksud dengan mukmin yang kuat di sini adalah mukmin yang kuat imannya. Bukan yang dimaksudkan dengan kuat di sini adalah mukmin yang kuat badannya. Karena kuatnya badan biasanya akan menimbulkan bahaya jika kekuatan tersebut digunakan dalam hal maksiat. Namun pada asalnya, kuat badan tidak mesti terpuji dan juga tidak mesti tercela. Jika kekuatan tersebut digunakan untuk hal yang bermanfaat untuk urusan dunia dan akhirat, maka pada saat ini terpuji. Namun jika sebaliknya, digunakan dalam perbuatan maksiat kepada Allah, maka pada saat inilah tercela.
Jadi, yang dimaksudkan kuat di sini adalah kuatnya iman. Kita dapat saja menyebut seorang itu kuat, maksudnya adalah dia perkasa dengan kejantanannya. Begitu pula kita dapat menyebut kuat dalam masalah iman.
Yang dimaksud dengan kuatnya iman di sini adalah seseorang mampu melaksanakan kewajiban dan dia menyempurnakannya pula dengan amalan sunnah. Sedangkan seorang mukmin yang lemah imannya kadangkala tidak melaksanakan kewajiban dan enggan meninggalkan yang haram. Orang seperti inilah yang memiliki kekurangan.
Lalu yang dimaksudkan bahwa orang mukmin yang kuat itu lebih baik daripada yang lemah adalah orang mukmin yang kuat imannya lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah imannya.
Kemudian Nabi صلی الله علیﻪ و سلم mengatakan bahwa mereka semua (yaitu mukmin yang kuat imannya dan mukmin yang lemah imannya) sama-sama memiliki kebaikan. Beliau صلی الله علیﻪ و سلم menyebutkan demikian agar jangan disalahpahami bahwa mukmin yang lemah imannya tidak memiliki kebaikan sama sekali. Mukmin yang lemah imannya masih tetap memiliki kebaikan dan dia tentu saja lebih baik daripada orang kafir. Namun sekali lagi diingat bahwa mukmin yang kuat imannya tentu saja lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah imannya.
Inilah wasiat Nabi صلی الله علیﻪ و سلم kepada umatnya. Wasiat beliau ini adalah perintah untuk bersemangat dalam melakukan hal-hal yang bermanfaat. Lawan dari hal ini adalah melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan bahaya (dhoror), juga melakukan hal-hal yang tidak mendatangkan manfaat atau pun bahaya.
Karena yang namanya perbuatan itu ada tiga macam:
- [1] perbuatan yang mendatangkan manfaat, [2] perbuatan yang menimbulkan bahaya, dan [3] perbuatan yang tidak mendatangkan manfaat maupun bahaya. Sedangkan yang diperintahkan adalah melakukan macam yang pertama yaitu hal yang bermanfaat.
Yang dimaksud dengan ilmu nafi’ adalah ilmu yang dapat melembutkan dan mententramkan hati, yang nantinya akan membuahkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ilmu nafi’ inilah ajaran Nabi kita صلی الله علیﻪ و سلم yang terdapat dalam tiga macam ilmu yaitu ilmu hadits, tafsir dan fiqih. Yang juga bisa menolong dalam menggapai ilmu nafi’ adalah bahasa Arab dan beberapa ilmu lainnya sesuai dengan kebutuhan.
Adapun yang dimaksud amalan sholeh adalah amalan yang selalu dilandasi dengan ikhlas dan mencocoki (sesuai/ selari dengan) tuntunan Nabi صلی الله علیﻪ و سلم.
Adapun hal yang manfaat dalam masalah dunia adalah seorang hamba berusaha untuk mencari rezki dengan berbagai sebab yang diperbolehkan sesuai dengan kemampuannya. Juga hendaklah setiap orang selalu merasa cukup, tidak mengemis-ngemis dari makhluk lainnya. Juga hendaklah dia mengingat kewajibannya terhadap harta dengan mengeluarkan zakat dan sedekah. Dan hendaklah setiap orang berusaha mencari rezki yang thoyib (baik), menjauhkan diri dari rezki yang khobits (kotor). Perlu diketahui pula bahwa barakahnya rezki seseorang dibangun di atas takwa dan niat yang benar. Juga berkahnya rezki adalah jika seseorang menggunakannya untuk hal-hal yang wajib ataupun sunnah (mustahab). Juga termasuk keberkahan rezki adalah jika seseorang memberi kemudahan pada yang lainnya.
Allah Ta’ala berfirman (artinya),
- “Jangan lupakan untuk saling memberi kemudahan di antara kalian.” (Al Baqarah: 237)
Hadith ini begitu baik untuk direnungkan oleh setiap insan, bahkan hadits ini bisa dijadikan pelita baginya dalam melakukan amalan dalam masalah agama maupun dunianya. Nabi صلی الله علیﻪ و سلم mengatakan, “Bersemangatlah kamu dalam melakukan hal yang bermanfaat bagimu.” Perkataan beliau ini mencakup segala sesuatu yang bermanfaat baik dalam masalah agama maupun dunia. Namun, apabila maslahat dunia dan agama itu bertabrakan, yang lebih didahulukan adalah maslahat agama. Karena jika maslahat agama tercapai, maka dunia pun akan diperoleh. Adapun jika maslahat dunia tercapai, namun agama malah menjadi rusak, maka nantinya maslahat tersebut akan sirna (Eng: destroyed, disappeared, vanished, gone, lost).
Semoga sabda Nabi صلی الله علیﻪ و سلم berikut bisa menjadi renungan bagi kita semua.
- “Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai (mencapai) akhirat, maka Allah akan memberikan kecukupan dalam hatinya, Dia akan menyatukan keinginannya yang tercerai berai, dunia pun akan dia peroleh dan tunduk padanya. Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai dunia, maka Allah akan menjadikan dia tidak pernah merasa cukup, akan mencerai beraikan keinginannya, dunia pun tidak dia peroleh kecuali yang telah ditetapkan baginya.” (HR. Tirmidzi no. 2465. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Hadith ini juga menunjukkan bahwa jika bertentangan antara dua hal yang sama-sama manfaat, maka pilihlah perkata yang memiliki nilai manfaat yang lebih.
Misalnya adalah jika kita ingin bersilaturahmi dan kita punya dua pilihan yaitu bersilaturahmi ke saudara kandung dan paman (bapa saudara). Keduanya sama-sama mendesak pada saat itu dan tidak mungkin kita berkunjung ke tempat keduanya sekaligus. Dari penjelasan di atas, kita haruslah mendahulukan silaturahmi kepada saudara kandung daripada paman karena berkunjung ke tempatnya tentu lebih utama dan lebih mendatangkan manfaat.
Begitu pula jika di dekat rumah kita ada dua masjid, yang jaraknya hampir sama. Akan tetapi salah satu dari dua masjid tersebut memiliki jama’ah lebih banyak. Dalam kondisi semacam ini, lebih utama solat di masjid yang lebih banyak jama’ahnya.
Jadi ingatlah baik-baik kaedah yang sangat bermanfaat ini: Jika bertentangan dua hal yang sama-sama bermanfaat, yang satu memiliki nilai lebih dari yang lainnya, maka kita mendahulukan yang memiliki nilai lebih tersebut.
Namun sebaliknya, jika seseorang terpaksa harus melakukan hal yang terlarang dan dia punya dua pilihan. Di antara dua pilihan tersebut ada yang lebih berbahaya. Dalam kondisi semacam ini, dia harus memilih larangan yang lebih ringan.
Jadi, jika ada beberapa perkara yang terlarang dan kita harus menerjanginya (Eng: dash), maka pilihlah yang paling ringan. Namun dalam beberapa perkara yang diperintahkan dan kita harus memilih salah satu, maka pilihlah yang paling bermanfaat.
Setelah Nabi صلی الله علیﻪ و سلم mewasiatkan kita untuk semangat dalam melakukan hal yang bermanfaat, kemudian beliau menyampaikan wasiat pula agar kita jangan sampai lupa minta pertolongan pada الله Yang Berada di atas sana.
Seorang yang berakal dan cerdas pasti akan melakukan hal yang bermanfaat dan akan memilih melakukan yang lebih manfaat. Namun terkadang hati ini berubah, sampai-sampai kita bersandar pada diri sendiri dan lupa meminta tolong pada الله ‘azza wa jalla. Inilah yang terjadi pada kebanyakan orang, mungkin juga kita. Kita terkadang merasa takjub dengan diri sendiri, seraya dalam benak hati ini mengatakan: “Saya pasti bisa menyelesaikannya sendiri.”
Dalam kondisi ini, Rabb tempat kita bergantung dan tempat kita memohon segala macam hajat, posisi-NYA terpinggirkan. Ketika kita sudah bersemangat dalam melakukan suatu amalan sholeh dan yang bermanfaat, terkadang kita terlena dengan kemampuan kita sendiri, merasa takjub dan lupa meminta tolong pada Rabb kita. Oleh karena itu, Nabi صلی الله علیﻪ و سلم mewasiatkan kepada kita: “Bersemangatlah dalam hal yang bermanfaat bagimu dan minta tolonglah pada الله”. Maksudnya adalah janganlah kita melupakan meminta tolong pada-NYA walaupun itu adalah dalam perkara yang sepele (tidak penting, trivial).
Misalnya dalam hadits:
- "Hendaklah salah seorang di antara kalian meminta seluruh hajatnya pada Rabbnya, walaupun itu adalah meminta dalam hal tali sendal yang terputus.” (Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam musnadnya. Husain Salim Asad mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih berdasarkan syarat Muslim)
Kemudian Nabi صلی الله علیﻪ و سلم mengatakan lagi: Wa laa ta’jiz, yakni janganlah engkau lemah. Yang dimaksudkan di sini adalah hendaknya seseorang terus melakukan amalan tersebut hingga selesai, janganlah menunda-nundanya, dan janganlah biarkan pekerjaan terlalaikan begitu saja. Janganlah mengatakan bahwa waktu masih panjang. Selama engkau bertekad melakukan sesuatu, yakin bahwa yang dilakukan bermanfaat, lalu engkau meminta pertolongan pada الله, maka janganlah menunda-nunda melakukannya.
Betapa banyak kita lihat para penuntut ilmu dalam mengkaji agamanya, dia semangat mempelajari satu kitab. Setelah seminggu atau sebulan, dia pun berpindah mempelajari kitab lainnya, padahal kitab yang pertama tadi belum dipelajari hingga usai. Dia mungkin telah melakukan yang bermanfaat dan meminta pertolongan pada الله, akan tetapi dia begitu ‘ajz (lemah). Apa ‘ajz-nya (lemahnya)? Yaitu dia tidak mampu ajeg dalam mempelajari kitab hingga usai (habis, selesai). Karena makna dari hadits: “Janganlah engkau lemah” adalah: Janganlah engkau meninggalkan amalan. Namun setelah engkau tahu bahwa perkara tersebut bermanfaat, hendaklah engkau terus melakukannya hingga usai.
Perbuatan seperti yang dilakukan di atas cuma berpindah dari satu kitab ke kitab lain, namun tidak mendapatkan faedah apa-apa dan hanya menyia-nyiakan waktu semata.
Muhammad Abduh Tuasikal
::: Isnain, 2 Rabi'ul Akhir 1432 | Isnain, 7 Mac 2011 ::::
[ Semua Gambar Adalah Hiasan ]
_________________________________
Dipetik Dari:
http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/tetap-semangat-dalam-hal-yang-bermanfaat-1.html
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat (memuji dan berdoa) ke atas Nabi. Wahai orang-orang yang beriman bersalawatlah kamu ke atasnya serta ucapkanlah salam dengan penghormatan. “ [Al-Ahzab: 56]
0 komentar:
Posting Komentar